2020: catatan tentang masa jeda.

 




Sudah di penghujung tahun 2020. Rasanya?

Campur aduk.

Tahun 2020 seperti tanda jeda yang berlangsung sekian lama, di saat dunia yang dikenal seluruh umat manusia berubah sejadi-jadinya karena pandemi. Dunia yang kita kenal itu sudah berlalu. Dan karenanya, ada rasa kosong yang diam-diam menyelinap saat tahun ini berakhir.

Aku sembuh, lalu sakit lagi. Selesai, lalu mulai lagi. Hanya untuk bergerak di tempat yang sama.

Baiklah, tak apa-apa. Aku tak perlu memaksa. Cinta akan datang tanpa diminta.

Di tahun ini pula, aku bisa kembali ke rumah sejak merantau enam tahun yang lalu. Kali ini lumayan lama - hampir dua bulan. Dan di dalam masa jeda itu, aku menikmati sederhana bersama keluargaku yang terkasih. Indah sekali, pikirku.

Ada yang sentimental dengan kota ini. Langitnya yang biru, yang dipenuhi dengan awan-awan besar. Atau langit sorenya yang menenangkan. Hujannya yang damai. Atau kontradiksi kota metropolitan yang bertemu dengan sederhananya gaya hidup orang-orang sekitar.

Rumah -- yang setiap saat membuatku bertanya-tanya, sudah tepatkah langkahku ini? Belum terlambatkah mengubah segalanya? Lalu, menduga-duga, pasti aku akan menyesal jika kembali saat ini. Toh, segalanya sudah tak sama. Mari terbang lebih jauh. Mari melayang lebih tinggi. Mari melanjutkan perjalanan.

Bagaimanapun sulitnya, suatu hari baik kota ini maupun Jakarta akan menjadi kota yang kurindukan. Masa ini adalah masa menjeda. Aku belum berhenti. Aku tak akan berhenti. Semuanya memang harus dilewati. Semuanya harus disyukuri. Dan tentu, rasa terima kasihku membuncah kepada Sang Khalik yang kerap menjadi Sahabat.

Tahun ini pula, aku terjun ke dalam dunia spiritualitas. Dan fakta terberat yang pelan-pelan harus kuterima adalah kalau kita senantiasa menyembuhkan diri. Saat kukira yang kuhadapi sudah berat dan berlalu, ujian lainnya datang satu per satu.

Selalu menjadi pengembara, selalu menuju kesembuhan.

Di tahun ini pula, banyak yang kukira selamanya ternyata hanya sementara. Tak apa-apa. Segalanya hanya tentang giliran apa dan siapa, kapan dan dimana, hingga adegan berakhir, pentas ditutup. Lalu kita mulai di babak yang baru.

Tak ada yang selamanya.

Tak ada yang senantiasa.

Tak mengapa.

Kubayangkan diriku terjun bebas ke dalam seluruh peristiwa. Membiarkan memoriku berlalu, merasa dan melepasnya. Biar aku dibasuh dalam ingatanku. Hingga segala sesuatu yang tak lagi memiliki peran di dalamnya berlalu. Bagaimanapun berusaha, yang berlalu tetap akan berlalu. Tak dapat diulang dan dikembalikan. Tak mengapa.

Biar ingatan-ingatan usang pelan-pelan pudar dari dalam sini. Akan ada ingatan-ingatan baru yang tiba. Dan aku butuh ruangan yang lapang untuk kenangan-kenangan mendatang.

Terpujilah Allah segala ingatan! Terpujilah Allah segala kenangan! Terpujilah Allah segala kesedihan! Terpujilah Allah segala kegembiraan! Waktunya melanjutkan peziarahan -- Kali ini lebih jauh dan lebih gembira.

ngh.

batam, tiga puluh satu desember

dua ribu dua puluh.


Location: Batam, Batam City, Riau Islands, Indonesia

0 comments:

Post a Comment