(TW)-trigger warning: sebuah catatan

 


'tetap bertahan' - singkat, jelas, padat. tema minggu yang sangat.. entahlah, afirmatif? seperti sebuah perintah, bukan sebuah wejangan. di tengah minggu yang emotionally heavy, with even heavier emotional baggages, betapa diperlukannya sebuah perintah untuk terus melanjutkan perjalanan. unknowingly, mungkin kali ini Tuhan merasa sebuah nasihat tidak cukup mempan untuk anak-anakNya yang sedikit keras kepala, atau terlalu lembut untuk mereka yang hanya mengenal tough love

maka, sebuah perintah pun diutus: untuk tetap bertahan. yang menjadi pertanyaan, bertahan dimana? bertahan di tengah kubangan emosi negatif, bertahan dengan nostalgia yang tak lagi sehat, bertahan dengan hidup yang jauh dari-Nya? 

kali ini, Vik. Anthon, yang menurutku sangat berbakat dalam berkhotbah, something that I thought I didn't have, memulai khotbahnya dengan yang manis-manis, yang sedikit berbeda dari khotbah-khotbahnya selama ini.

dari Injil Lukas 21: 5-19, saat Tuhan Yesus mengingatkan pada murid-muridNya tentang penderitaan yang akan datang mengikuti keimanan mereka. bahwa akan datang masa ketika tak akan ada satu batu pun pada Bait Allah, karena ia telah diruntuhkan.

Vik. Anthon katakan bahwa semua sweet moments yang terjadi di dalam hidup kita, tak untuk digenggam erat-erat. toh, moment yang kita anggap sweet biasanya terjadi hanya dalam waktu yang singkat. ataukah karena terjadi sangat singkat, maka terasa sweet?

kemanusiaan kita kemudian mendambakan sweet moment itu terus terjadi. membayangkan sweet moment itu lagi dan lagi. tanpa menyadari, bahwa apabila hal itu sering terjadi, maka otak kita akan menganggapnya menjadi hal sehari-hari yang biasa dan pasti akan terjadi. then, we take it for granted.

tetapi Tuhan memberikan pada kita one sweet moment after another, sehingga ketika kita melihat kilas-balik kefanaan ini, kita tak serta-merta menyimpulkan bahwa betapa hidup sia-sia, karena sweet moments yang singkat itu, ternyata menjadi warna-warni mencolok dalam peziarahan yang gelap dan abu-abu ini.

dengan dimulainya khotbah dari sebuah ingatan akan sweet moment, aku merasa tembok-tembok penjaga emosiku mulai mengeras. layaknya sebuah alarm yang berbunyi nyaring, bahwa setelah ini sebuah bencana akan datang. sangat asing rasanya sebuah khotbah dimulai dengan yang manis terlebih dahulu. bukankah biasanya kita ditegur dengan keras, kemudian dilanjutkan dengan teguran yang lebih lembut?

(TW) pertama. 

'Tuhan tidak mengajak kita untuk mencari penyebab akan penderitaan hidup yang kita alami.'

alright, so this is the first stone thrown, i thought to myself. napasku mulai terasa berat karena kalimat itu begitu menohok. 

sebagai orang yang berorientasi pada solusi, sepertinya mencari penyebab akan kulakukan tanpa sadar. bukan karena aku mau berfokus pada masalah ataupun penderitaanku, tetapi karena aku mau menyelesaikannya. or maybe i thought, i'd know how to handle it or to finish it.

dan waktu berlalu dengan aku masih berkonsentrasi pada penderitaan yang ada di hadapanku. tanpa aku tahu, kini penderitaan itu menjadi identitasku, menjadi aku. seolah-olah hanya bitter moments yang senantiasa kualami, melupakan sweet moments yang berwarna-warni.

(TW) kedua.

'prinsipnya bukan menyalahkan, tapi mau menerima (accepting) dan memaknai (meaning).'

hampir refleks aku mengangkat tangan, 'pak pendeta, bagaimana caranya menerima?'

mengapa menerima kenyataan tak semudah menerima berkat? mengapa sulit menerima bahwa hal-hal sulit harus terjadi dalam hidup kita, tanpa kadang ada jawabnya? dan tentu saja, bagaimana mau memaknai sesuatu apabila kita sendiri belum ikhlas jika hal buruk terjadi pada diri kita?

ikhlas berarti tak lagi melawan pada tantangan dan rintangan yang datang. ikhlas artinya siap dibentuk seperti tanah liat yang harus dibakar supaya ia bisa menjadi bejana, menjadi sesuatu yang bermanfaat. ikhlas artinya merelakan diri sendiri yang kita kasihi sesusah payah ini harus melewati kesedihan, kedukaan, dan kesakitan lainnya - tanpa tahu alasan di baliknya.

dan ego kemanusiaan kita yang tidak terima bila kita diperlakukan demikian. lupa bahwa adalah hak prerogatif Allah untuk mengerjakan segala sesuai dengan apa yang Ia pandang baik - tanpa bergantung pada perasaan manusiawi kita.

(TW) ketiga.

BAM!

Vik. Anthon menampilkan wajah mendiang mama tercinta. inilah plot twist dari sweet moment di awal khotbah tadi. seperti menaiki roller-coaster, menurut khotbahnya di minggu yang lalu, melihat pemandangan yang indah, hanya untuk jatuh lebih rendah lagi. 

tentu saja, aku pun diperhadapkan dengan kedukaanku sendiri. terus-menerus mempertanyakan, mengapa ya waktu yang kami bagikan sesingkat itu? harusnya seluruh mama di dunia hidup selamanya. 

lalu jika aku masih hidup hingga usia 75 tahun, bagaimana aku bisa bertahan tak bertemu dengannya selama 50 tahun? jalan yang kulalui sendirian lebih panjang dari jalan yang kulewati ditemani olehnya. umur yang kujalani sendiri lebih lama dari lama ia ada di dalam hidupku. waktuku sendirian lebih banyak daripada saat ia menemaniku.

pikiran orang waras tak akan berpikir sejauh ini. but, hey, it's me, what do you expect? 


(TW) - Therapeutic Witnessing

setelah mendadak diserang rasa duka itu, aku merasa khotbah kali ini sangat triggering. setengah mati aku berusaha menahan supaya aku tak sampai menangis - karena baru kemarin kutangisi hal yang sama. segala rasa yang bernama maupun tidak, semua bercampur-aduk menjadi satu. hatiku bergemuruh, seolah kerapuhanku diperlihatkan di hadapan orang banyak. jika ini base twitter, tempat orang mengirimkan pertanyaan secara anonim, maka sudah sepatutnya akan ada akun yang mencuit, 'kak? lain kali buat trigger warningnya ya.'

sehingga orang boleh memilih untuk melewati hal-hal yang mentrigger ingatan buruknya, pengalaman yang menyedihkan, trauma yang mendalam, dan kenyataan hidup yang masih berat untuk diterima.

Vik. Anthon mengakhiri khotbahnya dengan mengajak umat untuk hidup kini dan di sini. untuk merangkul dan memasuki pergumulan hidup, karena di sana justru penyertaan Tuhan semakin terasa.

like a nudge from God, the Feeler, to another: to me.

butuh keberanian untuk membagikan kerapuhan yang biasanya kita sembunyikan pada khalayak ramai. seperti mempertontonkan luka-luka yang membentuk diri kita menjadi seperti 'sehancur sekaligus seindah' ini. dan lewat kisah yang ia bagikan, aku menemukan makna baru di balik istilah (TW).

 

'Therapeutic Witnessing'

kesaksianmu membuka celah-celah kecil untuk kesembuhanku. ternyata setiap orang menerima duka dengan cara yang berbeda, barangkali aku bisa belajar dari mereka. sehingga sakit ini bisa berkurang sedikit saja. 

menyaksikan kerapuhanmu membuat jalan berduka ini menjadi tak sesunyi itu. jika berbagi dukamu membuat berat bebannya menjadi berkurang, then we can share this grief together.

akhirnya ialah, sebuah panggilan lembut dari Bapa untuk tetap bertahan di tengah fluktuasi emosi, yang bergejolak rasa, yang padu-padan sekaligus tercerai-berai, yang mysterium et fascinasum


ngh. 

batam, 

16 oct 2025

Read More

Allah yang hidup, aku yang masih berjuang.

another sunday, another blessed day. salah satu bacaan diambil dari Lukas 20: 27-38 tentang orang Saduki yang bertanya pada Yesus tentang apa yang mereka sendiri tidak percayai: kebangkitan.


mereka ini sepertinya penasaran, kalau seorang menikah 7 kali, mempunyai 7 suami, di hari kebangkitan nanti yang mana yang akan jadi pasangannya?


aku tertawa dalam hati, karena baik 2000 tahun yang lalu maupun 2000 tahun kemudian, yaitu masa kini, orang masih mempertanyakan hal yang sama. apa yang terjadi setelah mati?

Read More

tentang pohon Zakheus (sebuah pov)


suara Pendeta yang berkhotbah hari ini terasa lebih menggugah di dalam hati. dalam satu plot menuju plot lain, aku tak dapat menebak kemana alurnya. aku bisa melihat betapa Ibu Pendeta sedang berada dalam zona flow, ribuan kata ingin diucapkan melalui satu mulut pada saat yang bersamaan. aku menyebutnya, kata-kata tumpah ruah. aku tahu rasanya, bagaimana darahmu berdesir ingin menyampaikan kabar sukacita itu, ingin menggerakkan hati mereka yang mendengar, berharap mereka dapat melihat melalui pov-mu. 

salah satu bacaan hari ini diambil dari kisah Zakheus, si orang pendek, si pemungut cukai, si orang kaya, si orang berdosa. kita semua tahu lagunya dan kisahnya. si orang berdosa mengejar Tuhannya, ingin melihat-Nya meski dari kejauhan. mendatangi tempat yang dipenuhi orang-orang yang membencinya. memanjat pohon hanya untuk melihat siapa yang dibicarakan orang ramai. 

Read More

the darkness deepens; Lord with me abide.

 

Abide with me; fast falls the eventide

The darkness deepens; Lord with me abide.

Tanpa  sengaja aku mendengar himne ini - yang biasanya sangat kuhindari. Mendengar melodinya saja mampu membuat segala senyumku sirna seketika. Aku dibawa pada kekecilanku sebagi manusia, yang merasa masalahnya begitu besar.

~ Change and decay in all around I see ~

Mungkin aku merasa lebih sentimental menjelang ulang tahunku. Entah karena umurku nanti semakin mendekati saat Abangku yang terkasih menutup usia, atau karena umurku semakin menjauh dari masa Uakku masih ada bersama dengan kami. Entah karena lagu itu mengingatkanku pada kefanaan anak-anak manusia: yang khawatir, yang berlalu, yang pergi, yang pulang, yang tak kembali, yang menanti... yang merindu. Atau karena lagu itu mengingatkanku pada masa kecil saat mereka masih ada dalam hidupku. Atau karena sudah lama aku tak melihat wajah mereka. Atau karena aku tak lagi punya tempat untuk berkeluh-kesah karena Tuhan sudah selesai meminjamkan mereka dalam hidupku. Atau karena aku mengimani perjumpaan kami kembali di dalam kekekalan nanti. Atau karena aku tak sabar menanti saat itu akan datang?

Read More