the darkness deepens; Lord with me abide.

 

Abide with me; fast falls the eventide

The darkness deepens; Lord with me abide.

Tanpa  sengaja aku mendengar himne ini - yang biasanya sangat kuhindari. Mendengar melodinya saja mampu membuat segala senyumku sirna seketika. Aku dibawa pada kekecilanku sebagi manusia, yang merasa masalahnya begitu besar.

~ Change and decay in all around I see ~

Mungkin aku merasa lebih sentimental menjelang ulang tahunku. Entah karena umurku nanti semakin mendekati saat Abangku yang terkasih menutup usia, atau karena umurku semakin menjauh dari masa Uakku masih ada bersama dengan kami. Entah karena lagu itu mengingatkanku pada kefanaan anak-anak manusia: yang khawatir, yang berlalu, yang pergi, yang pulang, yang tak kembali, yang menanti... yang merindu. Atau karena lagu itu mengingatkanku pada masa kecil saat mereka masih ada dalam hidupku. Atau karena sudah lama aku tak melihat wajah mereka. Atau karena aku tak lagi punya tempat untuk berkeluh-kesah karena Tuhan sudah selesai meminjamkan mereka dalam hidupku. Atau karena aku mengimani perjumpaan kami kembali di dalam kekekalan nanti. Atau karena aku tak sabar menanti saat itu akan datang?

Kedua pundakku begitu lemah karena tak ada lagi penopangnya. Banyak resah yang terpaksa harus usang tersimpan rapi dan rapat karena merekalah pendengar terbaikku.

Sering aku bertanya-tanya, di penghujung malam, mengapa Tuhan hanya pinjamkan Uak hanya sebentar saja dalam perjalananku? Apa salahnya bila lebih lama? Bukankah Ia yang empunya segala waktu? Alangkah lebih baiknya bila ada pemberitahuan sebelumnya sehingga aku bisa mempersiapkan diri untuk kehilangannya. Lalu harus kuapakan sesal dan maafku ini? Haruskah pedih ini selalu menganga lebar kapanpun ia mau? Atau perasaan rinduku ini ada karena mereka merindukanku dari sana?

Sabtu yang lalu aku mengajak adikku ke rumah Uak untuk membersihkan rumah itu, karena Uak laki-lakiku dan keluarganya sedang pulang kampung dan akan kembali di hari Minggu. Meskipun tahun berlalu, hatiku tetap patah setiap kali aku menginjakkan kaki di rumah itu. Rumah kedua tempatku bertumbuh dan bermain. Dirawat oleh Uakku tersayang, dikasihi dan diajarkan banyak hal oleh sepupu-sepupuku yang luar biasa. Sudut-sudutnya berdebu, banyak barang yang tak berpindah tempat sejak Uakku berpulang ke surga. Di dalam rumah itu, seakan-akan aku bisa melihat mereka berjalan, bergembira, tertawa, bersenda-gurau. 

Aku memasuki kamar Uakku yang saat itu begitu gelap, seakan ikut kehilangan nyawanya. Di kamar inilah dulu aku selalu memainkan peralatan make-up Uakku, kesukaanku pada make-up turun darinya, kesukaanku pada perhiasan dan tas pun kudapatkan darinya. Pintu lemarinya selalu kubuka dan kreativitasnya selalu kukagumi. Waktu aku kecil, aku ingin menjadi dewasa seperti sosoknya: elegan, stylish, penuh tawa. 

Aku tak pernah lagi memasuki kamar itu sejak Uakku tiada. Jadi hari itu, kakiku sedikit bergetar dan mataku menahan supaya tangisku tak perlu jatuh. Bergegas aku pel lantainya dan keluar dari sana.

Dulu di rumah inilah selalu kutemukan keindahan Natal. Mamaku tak pernah mendirikan pohon Natal sejak 20 tahun yang lalu. Kecintaanku pada masa Natal juga kudapatkan dari Uakku. Dan memang di sanalah kami selalu menghabiskan malam Natal kami setiap tahun - ditemani indomie panas, teh hangat, hujan deras, dan satu sama lain.

Kelengangan di rumah itu begitu memekakkan telinga. Setiap aku berada di ruang tamunya, aku teringat saat Abangku terbujur kaku di tempat yang sama. Bagaimana selama ini dalam novel-novel dan puisiku aku hanya dapat membayangkan dinginnya tubuh yang tak bernyawa. Tanpa menduga, bahwa suatu hari akan datang masa saat Abangku menjadi tubuh dingin pertama yang pernah kusentuh. Malam sebelum penguburannya terasa seperti hari yang lalu. Oh, bagaimana rumah ini selamanya menjadi rumah dukaku.

Lalu aku mulai memohon pada Sang Maha Hidup, yang juga Empunya Maut, bahwa aku tak sanggup harus merasakan satu kematian lagi. Mohonkan agar Bapa mau melunakkan hati mendengar permintaan yang sama setiap harinya: umur panjang dan kesehatan pada kekasih-kekasih hatiku. Berkenanlah menangguhkan kematian datang untuk ke sekian kalinya pada pintu-pintu rumah kami.


Batam, 21 Oktober 2025.

ng.

Location: Batam, Batam City, Riau Islands, Indonesia

0 comments:

Post a Comment