Hujan

Entah sejak kapan aku jatuh cinta kepada hujan...

Langit menangis lagi. Ia tak peduli apapun kondisi anak-anak manusia yang ada di bumi. Ia tak mau memandang siapakah yang akan dicurahi tetes demi tetesnya. Gelap. Matahari benar-benar tak ingin mengintip sedikit saja. Ia bersembunyi. Kilat yang menggantikan posisinya. Betapa nyamannya!
Gadis itu berusaha membuka matanya sekali lagi. Ia benar-benar mengantuk. Apalagi dengan cuaca seperti ini yang benar-benar mendukung kantuknya. Tangan yang menopang wajahnya berulang kali terjatuh.
"Ah!"
Akhirnya ia melangkah keluar kelas tanpa mempedulikan dosen yang sedang menerangkan tentang kondisi sosial dan ekonomi para penduduk di Jakarta.
Koridor di lantai empat itu terlihat gelap dan lengang. Sebagian besar mahasiswa sudah menyelesaikan perkuliahan hari itu. Kelasnya yang mengikuti kurikulum terbaru ternyata mendapatkan mata kuliah tambahan di paruh akhir semester satu ini.
Menyebalkan sekali ketika mendapati para senior lebih dulu menikmati weekend mereka sementara kelas gadis itu masih harus mendapatkan 2 sks lagi.
Dengan langkah gontai gadis itu memasuki toilet. Ia melangkah ke arah jendela yang ada di dalam toilet. Ia berdiri di sana sambil menutup mata. Kali ini kantuknya telah hilang. Rasa kantuk itu digantikan oleh kenyamanan luar biasa yang selalu dirasakannya setiap kali hujan deras seperti siang itu turun. Angin kencang yang seharusnya menakutkan malah membuatnya semakin terbuai.
Matanya memandang jauh melihat hamparan gedung-gedung ibukota. Gadis itu menghela napas dengan perlahan.
"Aku merindukan rumah." Bisiknya kepada angin yang tak terlihat. "Aku merindukan keluargaku."
Ia menutup matanya. Di dalam benaknya terlintas kembali peristiwa-peristiwa yang telah terjadi beberapa waktu yang lalu. Ketika ia belum berangkat ke kota ini, ketika ia masih menikmati indahnya kebersamaan di dalam keluarga.
Gadis itu menarik napas ketika ia mengingat betapa nyamannya rumahnya ketika hujan turun. Ia teringat kepada Ibunya yang rela kehujanan demi memperbaiki saluran air di depan rumah yang mampet. Ia teringat akan adik-adiknya yang akan segera tertidur tak lama ketika hujan turun. Ia teringat akan suara-suara ceria yang akan segera hilang ketika hujan turun. Ia teringat kepada keluarganya yang begitu terhipnotis akan hujan.
"Ah, sebentar lagi, akan tiba waktunya ketika aku kembali ke kota kelahiranku. Sebentar lagi.."

Related Posts:

  • "Boketto" .. Entah sudah berapa lama menjadi kebiasaan Mengarahkan pandangan jauh ke depan Mata menelusuri tanpa tahu apa yang sedang dicari "Apa sebenarny… Read More
  • Kesederhanaan yang Merangkul Happy Christmas Eve :) Rumah besar itu tertutup. Sepertinya yang empunya rumah masih terjaga karena lampu masih menerangi langit-langit rumahnya.… Read More
  • Hujan Entah sejak kapan aku jatuh cinta kepada hujan... Langit menangis lagi. Ia tak peduli apapun kondisi anak-anak manusia yang ada di bumi. Ia tak m… Read More
  • Cerita Tanah & Kupu-kupu Baja Suatu waktu, ketika cinta masih nyata, ketika masih ada kita Pesawat itu terbang tinggi Meninggalkan tanah sendirian Menembus langit malam dengan… Read More
  • Allah Seorang Pelupa Kosuke Koyama, teolog Asia yang terkenal itu, mengatakan dalam bukunya, to forgive is to forget. Mengampuni berarti melupakan. Sering kali kita… Read More

0 comments:

Post a Comment