"Allah yang mencintai diri-Nya sendiri adalah Allah yang egois?"
Apakah ada yang salah jika Allah cinta kepada diri-Nya sendiri? Toh, manusia harus lebih dulu cinta terhadap dirinya untuk kemudian mampu mencintai orang lain. Kitab Imamat dan Injil Sinoptik menyuarakan "Kasihilah sesamamu seperti engkau mengasihi dirimu sendiri". Bukan berarti karena posisi frasa "mengasihi dirimu sendiri" terletak di bagian akhir kalimat lantas hal tersebut menjadi hal yang dilakukan belakangan. Malah frasa tersebut diletakkan di belakang karena ia sudah lebih dulu dilakukan. Barulah kemudian orang tersebut melakukan langkah selanjutnya, yakni "kasihilah sesamamu".
Psikolog Carol Gilligan, dalam teori perkembangannya, menerangkan bahwa tahap pertama adalah "Aku cinta aku". Tahap yang kedua adalah "Aku cinta kamu". Tahap yang terakhir adalah "Aku cinta aku dan aku cinta kamu seperti aku cinta aku".
See? It is not only the Bible who did the talking.
Allah harus lebih dulu mencintai diri-Nya, terlepas dari pengertian "God is love" dalam 1 Yohanes 4:19. Ketika Allah kepenuhan oleh cinta, maka Ia membutuhkan 'wadah' untuk mengekspresikan cinta-Nya.
Dan jadilah segalanya. Allah melihat semuanya itu baik...
Karangasem, 29 Mei 2015
0 comments:
Post a Comment