Bumi Bukan Tempat Singgah



Teologi lingkungan atau yang juga dikenal sebagai ekoteologi sering berbicara bahwa kita harus menyelamatkan alam karena alam memiliki nilai tersendiri di dalam keluarga Allah. Apa yang kita maksud dengan nilai? Semakin banyak saya membaca tentang ekoteologi, semakin saya menyadari bahwa ekoteologi yang didiskusikan dalam dunia teologi terlalu abstrak. Kita meromantisir masalah degradasi alam melalui kehidupan religius yang puitis. Tampaknya ekoteologi hanya terdiri dari konsep ideal tentang bagaimana kita seharusnya tidak mengeksploitasi alam. Saya ragu bahwa ide-ide ini bahkan memberikan pertimbangan yang cukup untuk korporasi untuk lebih memedulikan lingkungan. 

Kita tidak dapat menyalahkan Alkitab karena tidak berbicara secara pasti tentang krisis ekologis. Penulis-penulis Alkitab akhirnya mungkin lebih peduli tentang hubungan Tuhan dengan umat manusia atau kelompok dalam manusia daripada tentang hubungan Tuhan dengan Bumi secara keseluruhan. Ketiadaan fokus kepada lingkungan mungkin terjadi karena tidak ada krisis ekologis ketika Alkitab mulai ditulis ribuan tahun yang lalu. Ada juga kemungkinan kita tidak akan mendiskusikan isi Alkitab dalam dalam konteks krisis ekologis, jika tidak ada krisis ekologis saat ini.

Ada tendensi dalam ajaran-ajaran religius yang menekankan bahwa Bumi saat ini hanyalah "persinggahan" dalam artian literal dan orang yang benar akan tinggal di "surga" dalam arti spasial dan literal pula. Oleh karenanya, bahan-bahan alkitabiah mencerminkan dualisme yang serupa - terutama jika kita telah menyerap spiritualitas nyanyian berdasarkan Kitab Ibrani di mana surga tampaknya digambarkan sebagai rumah sejati kita dan Bumi sebagai tempat tinggal untuk melewati peziarah (Ibrani 11.13-16). Dalam nyanyian-nyanyian gerejawi juga dapat ditemukan hal-hal seperti ini, dunia digambarkan sebagai tempat yang 'sangat jahat,' tempat di mana 'orang buangan berduka,' sementara surga adalah 'negara yang manis dan diberkati,' 'tempat istirahat' yang tak berujung. Meskipun saat ini lirik dan ajaran seperti ini mengabaikan isu ekologis, namun ajaran ini justru tidak dilahirkan oleh sikap inferior terhadap alam. Tapi itu muncul sebagai reaksi terhadap penindasan dan sebagai tindakan perlawanan dari orang-orang Kristen dengan konteks mereka sendiri.

Karena pasar dan ekonomi memiliki bagian integral dan paling penting dalam mengeksploitasi alam, maka solusi yang diperlukan harus praktis karena kami mengacu pada beberapa masalah praktis juga. Sebagai contoh, jika seluruh pasar menghabiskan semua komoditas alam yang ada, dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan oleh komoditas untuk berkembang biak, maka dalam beberapa dekade, kita mungkin telah kehilangan sebagian besar komoditas alam hingga titik kepunahan. Sekarang, demi kemanusiaan itu sendiri, maka penguasa harus mampu mengendalikan pasar, dengan mengatur produksi sehingga tidak akan melebihi permintaan. Jika ada kelebihan produksi, maka orang harus lebih fokus pada proses distribusi dan menghentikan produksi untuk sementara waktu.

Christian Silangen dan Sonny Mumbunan, para peneliti dari World Resources Institute Indonesia, bersama-sama mencari solusi alternatif untuk mengatasi kerusakan lingkungan, secara khusus hutan. Setiap daerah mendapatkan dana yang dinamakan Dana Alokasi Umum. Namun sayangnya, penghitungan kebutuhan fiskal Dana Alokasi Umum masih tidak ideal. Besaran DAU daerah metropolitan disamakan dengan daerah terpencil.

Silangen dan Mumbunan menawarkan agar kebutuhan fiskal dalam Dana Alokasi Umum dihitung berdasarkan kebutuhan daerah tersebut untuk menjalankan pelayanan publik? Daerah-daerah dikelompokkan ke dalam gugus daerah yang memiliki kemiripan dari segi ukuran, dan memfokuskan kebutuhan fiskal berdasarkan kebutuhan pengeluaran untuk pelayanan publik. Alokasi Dasar dan pembobotan serta indeks dalam perhitungan DAU dihilangkan. Kemudian diganti oleh kebutuhan fiskal yang ditentukan dari jumlah penduduk dari target pelayanan publik dari masing-masing urusan layanan publik. Kabupaten dan kota dalam cluster juga dikelompokkan berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah. Oleh karenanya, diharapkan perhitungan DAU menjadi lebih sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut. Semakin sesuainya DAU yang didapatkan oleh suatu daerah dengan kebutuhan fiskal yang diperlukan oleh daerah tersebut diharapkan dapat mengurangi kesenjangan yang ada. Daerah-daerah dengan luas tutupan hutan yang masih terjaga pun tidak perlu khawatir akan keselamatan hutannya karena seluruh daerah bersama-sama menjaga hutan Indonesia.

Apakah kita, dunia teologi dan gereja, memahami hal-hal praktis seperti ini? Teologi dan gereja harus mulai berbicara tentang politik dan pasar dan bahkan berkontribusi ke dalamnya. Tidak hanya mengkritik perusahaan dan pemerintah sebagai pengamat, karena menurut saya, hal itu tidak akan mengubah apa pun.

0 comments:

Post a Comment