Susah Ekonomi Atau Susah Hati?

Everything is gonna be okay :)


Persoalan ekonomi sejak zaman dahulu sudah menjadi momok yang tumbuh merambat memasuki setiap celah kehidupan manusia dan menghancurkannya. Bahkan di dalam kitab-kitab Perjanjian Lama bukan satu atau dua kisah yang menyangkutpautkan persoalan ekonomi dalam kehidupan dan ziarah mereka di muka bumi ini.
Sebut saja contohnya, Naomi dan menantunya, Rut, dimana mereka berjuang untuk tetap hidup setelah ditinggal mati oleh suami mereka masing-masing. Juga seorang Janda dari Sarfat, yang didatangi oleh Elia untuk dimintai makanan, sementara makanan mereka yang tersisa hanyalah segenggam tepung dan sebuli minyak.
Lalu, seorang Janda yang ditinggal mati oleh suaminya yang adalah seorang nabi, mengadukan perkaranya kepada Elisa. Ibu ini memiliki hutang yang tak bisa dilunasinya. Penagih hutang telah untuk mengambil kedua anaknya sebagai budak.
Dalam kitab Perjanjian Baru, pasti kita sudah sering mendengar tentang Janda yang memberikan dua peser –uang terakhir yang dimilikinya- sebagai persembahan. Ia bahkan tidak peduli apa yang akan dimakannya nanti. Lalu, kita mundur ke kisah paling terkenal yang menjadi pembuka dalam Injil Matius dan Lukas, kelahiran Tuhan Yesus. Adakah Yusuf dan Maria hidup di dalam kemewahan? Tidak! Bahkan Juruselamat tidak dilahirkan dalam sebuah ruangan.
Hampir semuanya memiliki kesamaan, memiliki masalah dalam perekonomian. Tetapi bukan hanya itu, pahlawan-pahlawan iman ini memiliki kesamaan lain. Yakni penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Kepasrahan yang berujung pada runtuhnya keegoisan dan gengsi, merendahkan diri dan meneguhkan imannya di dalam pengharapan. Manusia tidak akan bisa bertahan di dalam kehidupan, tetapi Tuhan adalah Pemberi kehidupan itu sendiri. Pahlawan ini melanjutkan kehidupannya dengan curahan berkat dari Allah.
Lihat bagaimana manusia pada zaman akhir ini. Berapa banyak usaha bunuh diri yang dilakukan karena stress akibat tidak memiliki uang? Berapa banyak kejahatan yang dilakukan karena uang? Berapa banyak sengketa dan perpecahan yang diakibatkan oleh harta?
Anehnya, banyak di antara orang-orang ini pasti pernah berkata demikian,
“Semua akan indah pada waktunya.”
“Rejeki tak lari kemana.”
“Tetaplah berharap kepadaNya.”
“Marroha na marpanghirimon.” Kata orang Batak.
Lantas, orang-orang inilah yang tidak mengimani apa yang diucapkannya, apa yang didoakannya.
Kaya bukan berarti bahagia. Memiliki uang tak berarti memiliki segalanya. Apakah kita orang yang susah? Mari kita cek bersama.
Ada rumah untuk ditempati? Ada. Bisa makan tiga kali sehari? Bisa. Memiliki tempat tidur? Ya. Memiliki peralatan elektronik seperti TV atau ponsel? Ya. Bukankah kita sudah kaya?
Sekali lagi, apakah kita orang yang susah ekonomi? Atau kita hanya bersusah hati?

0 comments:

Post a Comment