Criticizing Myself

Menjadi kuatlah di dalam-Nya :)

Ketika jalan yang berbatu-batu itu terlihat lurus, kita memberanikan diri untuk melaju kencang. Tanpa kita sadari, ujung jalan yang lurus itu malah tiba-tiba menikung. Mengancam nyawa kita sendiri. Membuat kita terhengkang dari posisi kita semual yang nyaman.
Ketika keluarga dekat kita dirundung masalah, serta-merta kita akan menyudutkan diri kita sendiri agar kita merasakan juga apa yang keluarga kita tersebut sedang rasakan. Mendadak kita merasa ikut menjerumuskan dia ke dalam lubang yang semakin dalam. Tanpa ada usaha untuk menariknya dari lubang kesalahannya. Tanpa ada niat kita untuk bangkit dari ketrpurukannya. Dan tanpa kita sadari, memang kita sudah melakukan hal itu.
Kita terlalu sering menjadi penonton dalam proses jatuhnya orang yang kita kasihi. Kita tidak menempatkan posisi kita sebagai ‘orang terkasih’ yang bersedia membantunya, menolongnya di saat kesusahan, membimbingnya, menyemangatinya untuk kembali maju, namun malah ikut menempatkan diri kita sebagai ‘orang lain’ dan merasa tidak ada urusannya dengan saudara kita tersebut. Betapa menyedihkannya.
Kita tidak memikirkan bahwa bisa jadi di titik jatuhnya itulah, saudara kita paling membutuhkan kita. Untuk mendampinginya, untuk membela dirinya, untuk menuntunnya kembali ke jalan yang benar, untuk memastikan bahwa ia tidak berjalan sendirian. Namun, kebanyakan dari kita malah mengambil posisi sebagai hakim untuk terus memberitahunya bahwa ia bersalah seakan kesalahan itu tidak bisa lagi diperbaiki.
Tinggallah orang terkasih yang malang itu sendirian. Merenungi nasib, meratapi kelahirannya di dunia, membuatnya merasa tak diperlukan lagi, tak berguna dan dibutuhkan lagi. Untung jika ia bisa menarik dirinya sendiri dari kejatuhan, bagaimana jika tidak?
Ia akan menggali lebih dalam untuk kemudian mengubur dirinya sendiri. Lalu kemudian kitalah yang tertinggal untuk menyesali kesempatan sia-sia yang seharusnya bisa kita tawarkan pada orang terkasih kita tadinya.
Memang, penyesalan selalu datang terlambat…

Related Posts:

  • His Image God is neither and both male and female. He contains all person; we are all made in his image (Scanzoni 1974, 21). --- If God contains all pers… Read More
  • Karena Tidak Memilih Adalah Sebuah Pilihan Kenyataan hidup berteriak mencari telinga yang peka dan mau mendengar Kemerosotan hidup berlarian mencari mata yang terbuka untuk melihat Perse… Read More
  • Gereja mencari jawab atau malah perlu dipertanyakan? Ibadah di salah satu gereja besar di Jakarta Sebut saja, Gereja A, sebuah gereja tradisional, gereja besar. Akan tetapi, akarnya semakin tua dan … Read More
  • Teriakan Air Mata Air mata itu hanya menumpuk di pelupuk mataku Mengaburkan pandanganku Enggan keluar dari sana Air mata itu tak lagi mudah menetes Ia jelas berb… Read More
  • 'Normal' Mereka terus terdorong hingga ke perbatasan oleh orang-orang yang dibutakan oleh tradisi oleh adat, bukan kemanusiaan Angin pagi ini menghemb… Read More

0 comments:

Post a Comment