Aku mau segala hal di dalam hidupku mencerminkan sinar-Mu..
Sudah memasuki bulan baru kembali, huh?
Melihat delapan bulan belakangan,
selalu menumbuhkan rasa syukurku akan kehidupan yang telah kujalani lebih dari
setengah tahun ini. Melihat lebih dari 240 hari yang telah kulewati tanpa suatu
masalah yang tak terselesaikan ataupun tanpa satu janji yang tak ditepati.
Betapa besarnya kasih Tuhan!
Selalu melingkupiku dan orang-orang
yang kukasihi. Selalu memelihara dan memberikan sukacita kepadaku. Memenuhi
kebutuhanku tanpa kuminta. Memberikanku–dan orang di sekitarku–roti untuk
dimakan atau pakaian untuk dikenakan. Bagaimana bisa aku berhenti bersyukur
kepada-Nya?
Ya, seperti Karen Armstrong–penulis
buku Sejarah Tuhan yang radikal menurut saya–saya juga belum pernah bertemu
dengan Tuhan bertatap muka. Tetapi aku sering melihat-Nya terpantul. Melalui
teman dan sahabatku, sanak saudaraku, terutama kedua orangtuaku, bahkan melalui
orang-orang yang tak kukenal.
Dia hadir dalam setiap peristiwa
kehidupanku. Entah itu melalui orang yang membukakan pintu untukku. Entah
melalui orang yang membantuku mengangkat koper, entah itu pemilik mobil yang
memberikan jalan agar aku bisa menyeberang.
Yang jelas, aku tahu Dia selalu hadir dan
menyaksikan kehidupanku. Tetapi aku belum mengetahui ekspresi-Nya saat
melihatku beraktivitas. Akankah Dia tersenyum? Atau bahagia? Mungkinkah Dia
tertawa? Dapatkah aku menyenangkan-Nya? Membanggakan-Nya? Atau malah Ia menjadi
murung melihat tingkah laku dan ucapan-ucapanku yang buruk? Apakah aku
membuat-Nya bersedih? Menangis?
Aku tak mau Tuhan bersedih melihat
kehidupanku yang buruk dan tak berkualitas. Aku ingin membuat-Nya tersenyum
melalui kehidupanku. Aku ingin Dia terlihat dari caraku beraktivitas dari
caraku bertingkah laku dan berbicara.
Aku ingin hidupku menceritakan kemuliaan-Nya.
Aku ingin menjadi pantulan-Nya bagi orang-orang yang ada di sekelilingku. Aku
ingin menjadi pantulan-Mu…
0 comments:
Post a Comment