1850


Hai kamu
Angka-angka tua yang tetap berdiri kokoh
Bagaimana rasanya hidup selamanya?
Kuperhatikan ragamu tetap bugar
mengalahkanku si anak gadis yang
baru berkembang kemarin sore
Mekarnya saja masih meremang dalam misteri

Kamu 1850
Lebihmu ialah suka membahagiakan orang lain
Demikian kamu bertahan
Dengan melihatmu saja senyumku terkembang
Tawamu pun pasti menular
Menggugat wajah-wajah yang murung
melebur garis-garis lengkung

Read More

Sementara Mengenang: Catatan Samping Proyek Karyatama



Aku tahu tak seharusnya aku menuliskan hal ini saat aku memiliki beberapa tugas lain yang harus kukerjakan. Akan tetapi, otakku meneriakkan kalimat demi kalimat yang memendam perasaan dan membuat emosiku berkecamuk. Maka, lebih baik aku mengeluarkannya dan mencoba menyusun kata demi kata.

Cerita ini tentang sebuah perjuangan. Cerita ini tidak indah, penuh sakit dan kerapuhan. Cerita ini tentang menjadi kuat.

-
Read More

Persimpangan, Pertemuan, dan Seorang StSu



Sosok ini lebih dari sekadar dosen. He is an exceptional inspiration! Aku benar-benar bersyukur memiliki kesempatan untuk bertemu dengan beliau dalam pergumulan dan perjuanganku mendalami ilmu tentang Yang Ilahi, yang tak berdasar dan tak berujung.

Di suatu hari menjelang akhir November, seluruh mahasiswa angkatan 2014 yang akan menulis proyek karyatama berkumpul dan bertemu dengan para dosen serta staf akademik. Sejak memasuki tahun pertama, kami memang sudah diwanti-wanti jika Jakarta Theological Seminary (JTS) tidak lagi menggunakan sistem penulisan skripsi, melainkan karyatama. Namun, hingga menjelang semester terakhir, definisi karyatama itu sendiri tampaknya masih "abu-abu." Bahkan di antara teman-teman sekelas (Barbarian'2014-nama angkatan) tersebar satu pernyataan yang menjadi hiburan dengan sedikit sarkas.

"Tuhan saja tidak tahu apa itu karyatama."
Maka, sebagai orang-orang beriman, kami dikumpulkan untuk bersekutu dan berdoa (lho). Dalam pertemuan itu kami membahas teknik penulisan dan pencetakan karyatama. Makhluk asing bernama karyatama ini dapat berbentuk makalah akademis dengan jumlah kata sekitar 10000 hingga 12000 kata. Dapat pula berbentuk non-akademis disertai makalah dengan jumlah kata sekitar 5000 hingga 6000 kata, seperti tarian, tata ibadah, nyanyian, buku ajar, kurikulum pendidikan, dan stop di situ.

Sebagai seorang yang sangat secretive, pantang sebenarnya bagiku untuk menyebutkan bentuk yang kuinginkan nantinya. Jika harus jujur, aku bahkan belum memiliki bayangan akan menciptakan apa. Aku masih ingat dengan jelas proses yang terjadi saat itu. Bp. Simon Rachmadi mengatakan bahwa sebisa mungkin mahasiswa yang memilih karyatama non-akademis akan difasilitasi oleh kampus. Misalnya, seorang teman memutuskan untuk menari, maka kampus akan mencari pelatih (it turned out to be "penguji") untuk mempersiapkan dan membantu mahasiswa menyusun karyatamanya.

Dalam hatiku, aku merasa tidak mungkin kampus dapat memfasilitasi 30 orang mahasiswa dengan segala minat dan bakat mereka. Lalu, kuputuskan untuk maju karena kegelisahanku dengan jaminan yang tampak utopis itu.

"Bapak, bagaimana kampus dapat memfasilitasi begitu banyak minat mahasiswa? Apakah hal itu dimungkinkan?"

Lalu beliau kembali bertanya, "Novri, misalnya, apa yang kamu rencanakan untuk karyatama?"

Terpaksa aku menyebut kerinduanku itu. Meskipun, saat itu aku sendiri belum yakin dengan keputusanku.

"Saya ingin menulis novel. Saat ini yang ada dalam pikiran saya, ya, novel filsafatnya Jostein Gaarder, Dunia Sophie, dan lain-lain."

Bp. Simon Rachmadi tentu menjamin bahwa aku dapat berkarya sekreatif mungkin dan tentunya kampus pun akan memfasilitasi. Aku duduk dan saat itu rektorku tersayang, Bp. Yusak Soleiman mengatakan, kalau aku hanya memiliki waktu tiga bulan untuk menulis dan ada baiknya aku menulis sesuatu yang lebih pendek dari novel. Aku menyimpan saran tersebut di dalam hati. Aku pun ragu aku dapat menulis novel dan makalah sementara harus mengikuti kuliah 12 SKS dan segala tugas lainnya.



Lalu, sosok Stephen Suleeman berdiri di depan dan mengatakan sesuatu yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidup. "Kampus ini telah banyak melahirkan sastrawan/ti Indonesia. Sebut saja, Marianne Katoppo, dan masih banyak lainnya. Mungkin saja Novriana adalah salah satu sastrawati yang akan lahir dari STT Jakarta. Saya senang sekali dengan bentuk karyatama ini. Maka harapan saya, kampus ini dapat memfasilitasi dan merawat talenta seperti ini dan tidak melewatkannya begitu saja."

You believed in me when I could not, Sir, and I really appreciated it from the bottom of my heart.

Mungkin jika Bapak tidak mengatakan kalimat tersebut, yang mungkin untuk beberapa orang tidak terlalu signifikan, maka karyatamaku "Terperangkap" itu tidak akan lahir. Aku juga tidak akan lupa ekspresi kecewa Bapak karena tidak sempat hadir di sidang karyatamaku meski sudah berjanji. Atau bagaimana Bapak mau karyatamaku sampai di tangan Ayu Utami (hahaha).


Atau bagaimana Bapak menyemangatiku ketika aku akan mengikuti YATRA di Hong Kong. Aku juga tidak paham mengapa beberapa mahasiswa tidak menyukai Bapak. Atau mengapa mereka tidak dapat menghargai waktu yang telah susah payah Bapak luangkan dari proses dialisis lalu harus mengajar ke kampus. Aku tidak tahu alasan mereka dan sejujurnya tidak terlalu peduli.

Yang paling penting adalah aku sangat bersyukur dapat diajar oleh Bapak selama prosesku di STT Jakarta, baik dalam kelas maupun segala pendampingan untuk masalah-masalahku di CP I dan II. Mata kuliah Bapak sebenarnya yang benar-benar kami perlukan dan praktikkan ketika kami kembali ke lapangan. Sehat selalu ya, Pak. Lihat nanti muridmu ini menjadi 'orang.'

I adore you, Sir! 💗

Jakarta, 6 Oktober 2018
Sebuah catatan perjumpaan
NH.
Read More

Philosophy of the Eyes


The eyes are the windows to the soul, said the wise man.
I agreed.
Then, empty eyes lead to an empty soul, my heart whispered.
That's why I often shut my eyes.
That sorrow cannot radiate without my approval.
It is a sin in my world to let those people see this dry, barren, uninteresting, broken, and decayed spirit.
That's why I turn my face away.
These eyes cannot see those strange eyes.
They know nothing, but their own judgement.
I shut it for too long, I always fall.
I think that I am healed, but I am only getting worse.
I think that I am saved, but I am only getting lost.
Read More

Hati, Intan, dan Serpihan


Dari dalam kegelapan tak berdasar
Aku membangun menara pelindung
di sekeliling hati
Kali ini aku memilih intan
Hanya karena intan yang dapat membunuh intan

Dalam rumus dan formula semesta yang acak
Dua insan diharuskan bertemu, jatuh cinta, lalu melupakan
Tiada kesempatan bersatu
Andai saja semesta tak lebih keras kepala,
hatiku ini masih berada di dalam sangkarnya

Read More

Tentang Tapak dan Laju


Mengenai tapak
Adalah mengenai perbedaan
Tapakku dan tapakmu jarang bertemu
Jalurku dan jalurmu pun sudah pasti tak menyatu
Kau dan aku selalu meyakini kalau kita akan terus berpacu
meski dalam jalan masing-masing
Janji untuk saling menemu
bersama mimpi
yang pernah terjalin dalam khayal
terpahat di baris-baris retak dinding
Read More

One Fine Day


Should I never been into an event of my life
I will not meet new souls
Or even fall in love with them
Since nothing is permanent
One day we will be apart

I asked God why
Life always has two sides
Why sad and happy
Big and small
Noisy and silent
Busy and calm
Encounter and separation
Read More

Tidak Ada Selamanya

Christ's Temple di Tao Fong Shan Christian Centre


Pernahkah kau bertanya kepada dirimu sendiri
Saat kau menyadari tiada teman tiada lawan
Hanya ada dirimu dan dirimu
Mengapa segala sesuatu harus terjadi
sedemikian rupa

Aku pernah
Lalu aku bertanya kepada Buddha
Ia menjawabku dengan penuh belas kasihan
Seperti mengetahui betapa lelahnya aku
mencari jawaban

Read More

kepada: Sang Ruang Liminal


Pernahkah kau berada di dalam sebuah ruang yang begitu mengenalmu
Ia mengetahui seluk beluk hatimu
Keengganan yang berat di dalam pikiranmu
Berbagai pertimbangan yang tampaknya tak pernah membuahkan keputusan
Ia juga mengetahui kecurigaan demi kecurigaan
Air mata bahkan kegelapanmu
Read More

tentang rapuh-kudus


Pada suatu hari
Aku menubuh dan tidak utuh
Kerapuhan menghantuiku
Mereka yang utuh seolah mengusirku
Karena aku tulang rusuk
Aku bukan siapa-siapa tanpa Tubuh
Tubuh memanggiilku Parasit
Menyusahkan dan bergantung penuh
pada Tubuh-tubuh yang enggan menerimaku
Read More

Cerita tentang Pohon yang Mati Perlahan


Aku menunggu
Menunggu sang Guru lewat
Para ibu membicarakan-Nya
"Ia mampu menyembuhkan!"
"Ia mengubah air menjadi anggur!"
Siapakah gerangan Orang ini?
Daunku rontok
Lalu tumbuh kembali
Tetapi buahku tak pernah terlihat
Aku adalah pohon yang berduka


Read More

Dimulainya Ketiba-tibaan


Tiba-tiba segalanya memberikan makna
Semacam keterjalinan
Puzzle yang tersusun karena kepingan terakhir telah ditemukan

Semua kembali pada masa kecil
bahkan ketika otakku belum mampu mengenal kata-kata
Masa lalu itu diam-diam mengintaiku
ke mana pun aku pergi
bahkan menarik bahaya itu lebih dekat
- dekat sekali -
pada diri yang ringkih ini

Seluruh bangunan kokoh itu runtuh
Hanya perlu satu peluru yang tepat
lalu mengenai satu sasaran jitu

Hancur seketika

Tersisa puing-puing
yang lalu akan kususun kembali
Dalam hitungan yang sudah berhenti
Karena ia tak berhingga
Hitungan tiada berguna


N.
Jakarta, 1 Desember 2017
Read More

Berpulanglah Rasa


Selama ini dia tak
seperti saat ini
Selama ini menjadikan dia
seperti saat ini
Ia melihat dengan mata
yang sebelumnya tak pernah ada
Ia mendengar dengan belas kasih
sesuatu yang ia sendiri tak tahu ia miliki
Ia berpikir melewati tapak perjalanan
yang ia tak pernah lalui

Read More

Indera dan Mereka


Membungkuk
Peluhnya bertetesan
Tangannya diregangkan
Ototnya menegang

Berat

Beratnya tak seberapa
Noken itu pasrah disandarkan pada punggungnya

Hebat
Hebat sekali kehidupan itu
Bahkan bahasa tak mampu memaknai penderitaan
Penderitaan dalam hidupnya

Atau matinya?

Rasanya di sini indera tidak punya peran
Indera harus tuli
Harus bisu
Harus diam dan mendengarkan
Kata-kata sudah dikalahkan

Mereka butuh perbuatan:
mengaku dan meminta ampun


Nov.
Jakarta
18 Oktober 2017

Read More